Sebaliknya, ramai orang mati dalam keadaan maksiat kepada Allah SWT, mati di kelab malam, di meja judi atau di tempat pelacuran, mati saat mabuk atau mati kerana dadah, mati saat menikmati wang rasuah, atau riba, mati dalam keadaan aurat terdedah atau saat sedang menari di atas pentas, mati dalam keadaan menyakiti ibu bapa, mengabaikan hak-hak suami/isteri atau menzalimi orang lain dan lainnya.
Ramai juga orang yang mati dalam keadaan menunda-nunda bahkan meninggalkan solat, lalai dari zikir mengingati Allah SWT, jarang sekali membaca al-Quran, dalam keadaan asyik bermain game, berhibur di tempat-tempat hiburan dan lainnya.
Semua itu bergantung pada kebiasaan masing-masing saat hidup.
Demikian sebagaimana dinyatakan oleh Imam Ibnu Katsir dan Imam as-Sa’adi serta ulama lainnya rahimahumulLaah:
أَنَّهُ مَنْ عَاشَ عَلَى شَيْءٍ مَاتَ عَلَيْهِ
“Sungguh siapa saja yang hidup di atas suatu kebiasaan tertentu, dia pun akan diwafatkan di atas kebiasaan tersebut.” (Ibnu Katsir, Tafsiir al-Qur’aan al-‘Azhiim, 2/101; as-Sa’adi, Taysiir al-Kariim ar-Rahmaan fii Tafsiir Kalaam al-Manaan, 1/130).
Kesimpulannya, kita boleh saja berharap agar mati dalam keadaan husnul khatimah. Namun pada akhirnya, kita akan mati sesuai dengan kebiasaan kita saat hidup, adakah kebiasaan kita itu taat kepada Allah SWT atau kita biasa melakukan dosa dan bermaksiat kepada-Nya. Adakah dalam keadaan selalu ingat kepada Allah SWT atau sering lalai kepada-Nya.
Pantasnya kita meniti titian Sirath adalah berdasarkan pantasnya kita meninggalkan dan bersegera melakukan taat.
No comments:
Post a Comment